KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis
ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia- Nya lah penulis mendapat
kesehatan dan kekuatan fisik serta pikiran sehingga dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “ Atresia Duodeni, Atresia
Esophagus ”. Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah ‘Askeb
Neonatus, Bayi dan Balita’ untuk meningkatkan kemampuan dan pemahaman tentang mata
kuliah ini.
Tidak lupa pula pada
kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ucapkan kepada dosen mata
kuliah “Askeb
Neonatus, Bayi dan Balita” , yaitu: Sitti Hasrah
Ibrahim, S.ST, yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan
makalah ini, juga kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa
makalah ini masih terdapat kekurangan, untuk itu penulis harapkan kritik dan
saran dari semua pihak untuk kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata penulis
mengucapkan terimakasih dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kitasemua.
Makassar, September 2012
Kelompok
VIII
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ 2
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ............................................................................................................ 4
B.
Rumusan Masalah ........................................................................................................ 4
C.
Tujuan .......................................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN 2
A. Atresia Duodeni ........................................................................................................... 5
B. Atresia Etsophagus ...................................................................................................... 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 15
B. Saran ............................................................................................................................. 15
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 15
B. Saran ............................................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 16
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada era globalisasi
sekarang ini, banyak sekali perubahan baik ilmu
pengetahuan, teknologi maupun perubahan pola pikir masyarakat. Tuntutan masyarakat terhadap kualitas dan
profesionalisme pemberian pelayanan kesehatan semakin meningkat. Kebidanan sebagai profesi dan bidan sebagai
tenaga profesional juga dituntut untuk bertanggung jawab dalam memberikan
pelayanan kebidananan sesuai kompetensi dan kewenangan yang dimiliki secara
mandiri maupun bekerja sama dengan anggota tim kesehatan lainnya.
Tenaga bidan sebagai salah
satu tenaga kesehatan memegang peranan penting dalam mencapai tujuan
pembangunan kesehatan. Bahkan WHO menyatakan bahwa bidan merupakan “back bone”
untuk mencapai target-target global, nasional maupun daerah. Hal ini disebabkan
karena bidan merupakan tenaga kesehatan yang melayani pasien selama 24 jam
secara terus menerus dan berkesinambungan serta berada pada garis terdepan
dalam pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan membantu memberikan
informasi tentang kesehatan.
B.
Rumusan Masalah
memudahkan dalam pembuatan
makalah ini penulis mencoba untuk merumuskan masalah diantaranya :
1.
Pegertian dari Atresia Duodeni dan Atresia
Esophagus.
2.
Etiologi dari Atresia Duodeni dan Atresia
Esophagus
3.
Tanda dan Gejala dari Atresia Duodeni dan
Atresia Esophagus
4.
Penatalaksanaan dari Atresia Duodeni dan
Atresia Esophagus
5.
Dan yang terkait dengan Atresia Duodeni dan
Atresia Esophagus
C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah
memberikan kemampuan kepada mahasiswi untuk memahami kelainan kelainan yang
terjadi pada bayi baru lahir.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
1. ATRESIA DUODENI
a.
Pengertian
Atresia duodeni adalah Suatu kondisi dimana duodenum (bagian
pertama dari usus halus) tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak berupa
saluran terbuka dari lambung yang tidak memungkinkan perjalanan makanan dari
lambung ke usus.
b.
Etiologi
Penyebab yang mendasari
terjadinya atresia duodenum masih belum diketahui, tapi ada beberapa yang bisa
menyebabkan atresia duodenum :
-
Gangguan pada awal masa kehamilan (minggu
ke-4 dan minggu ke-5 ).
-
Gangguan pembuluh darah.
-
Banyak terjadi pada bayi prematur.
c.
Patofisiologi
Gangguan perkembangan
duodenum terjadi akibat proliferasi endodermal yang tidak adekuat (elongasi
saluran cerna melebihi proliferasinya) atau kegagalan rekanalisasi pita padat
epithelial (kegagalan proses vakuolisasi). Banyak peneliti telah menunjukkan
bahwa epitel duodenum berproliferasi dalam usia kehamilan 30-60 hari lalu akan
terhubung ke lumen duodenal secara sempurna.
Proses selanjutnya yang
dinamakan vakuolisasi terjadi saat duodenum padat mengalami rekanalisasi.
Vakuolisasi dipercaya terjadi melalui proses apoptosis atau kematian sel
terprogram, yang timbul selama perkembangan normal di antara lumen duodenum.
Kadang-kadang, atresia duodenum berkaitan dengan pankreas anular (jaringan pankreatik
yang mengelilingi sekeliling duodenum). Hal ini sepertinya lebih akibat
gangguan perkembangan duodenal daripada suatu perkembangan dan atau berlebihan
dari pancreatic buds.
Pada tingkat seluler,
traktus digestivus berkembang dari embryonic gut, yang tersusun atas epitel
yang merupakan perkembangan dari endoderm, dikelilingi sel yang berasal dari
mesoderm. Pensinyalan sel antara kedua lapisan embrionik ini tampaknya
memainkan peranan sangat penting dalam mengkoordinasikan pembentukan pola dan
organogenesis dari duodenum.
d.
Epidemiologi
Insiden atresia duodenum
di Amerika Serikat adalah 1 per 6000 kelahiran. Obstruksi duodenum kongenital
intrinsik merupakan 2/3 dari keseluruhan obstruksi duodenal kongenital (atresia
duodenal 40-60%, duodenal web 35-45%, pankreas anular 10-30%, stenosis duodenum
7-20%). Insiden obstruksi kongenital di Finlandia (intrinsik, ekstrinsik, dan
campuran) adalah 1 per 3400 kelahiran hidup. Tidak terdapat predileksi rasial
dan gender pada penyakit ini.
e.
Mortalitas dan Morbiditas
Jika atresia duodenum atau
stenosis duodenum signifikan tidak ditangani, kondisinya akan segera menjadi
fatal sebagai akibat gangguan cairan dan elektrolit. Sekitar setengah dari
neonatus yang menderita atresia atau stenosis duodenum lahir prematur.Kemudian
Hidramnion terjadi pada sekitar 40% kasus obstruksi duodenum. Atresia atau
stenosis duodenum paling sering dikaitkan dengan trisomi 21. Dan Sekitar 22-30%
pasien obstruksi duodenum menderita trisomi 21.
f.
Manifestasi Penyakit
Atresia duodenum adalah penyakit bayi baru lahir. Kasus stenosis
duodenal atau duodenal web dengan perforasi jarang tidak terdiagnosis hingga
masa kanak kanak atau remaja. Penggunaan USG telah memungkinkan banyak bayi
dengan obstruksi duodenum teridentifikasi sebelum kelahiran. Pada penelitian
cohort besar untuk 18 macam malformasi kongenital di 11 negara Eropa, 52% bayi
dengan obstruksi duodenum diidentifikasi sejak in utero.
Obstruksi duodenum
ditandai khas oleh gambaran double-bubble (gelembung ganda) pada USG prenatal.
Gelembung pertama mengacu pada lambung, dan gelembung kedua mengacu pada loop
duodenal postpilorik dan prestenotik yang terdilatasi. Diagnosis prenatal
memungkinkan ibu mendapat konseling prenatal dan mempertimbangkan untuk
melahirkan di sarana kesehaan yang memiliki fasilitas yang mampu merawat bayi
dengan anomali saluran cerna.
g.
Tanda dan gejala
-
Pembengkakan abdomen Pada bagian atas
-
Muntah terus-menerus, meskipun bayi
dipuasakan selama beberapa jam
-
Tidak memproduksi urine setelah beberapa
kali buang air kecil
-
Muntah banyak segera setelah lahir &
berwarna hijau karena empedu
-
Hilangnya bising usus setelah beberapa kali
buang air besar
Tanda dan gejala yang ada
adalah akibat dari obstruksi intestinal tinggi. Atresia duodenum ditandai
dengan onset muntah dalam beberapa jam pertama setelah lahir. Seringkali
muntahan tampak biliosa, namun dapat pula non-biliosa karena 15% kelainan ini
terjadi proksimal dari ampula Vaterii. Jarang sekali, bayi dengan stenosis
duodenum melewati deteksi abnormalitas saluran cerna dan bertumbuh hingga
anak-anak, atau lebih jarang lagi hingga dewasa tanpa diketahui mengalami
obstruksi parsial. Sebaiknya pada anak yang muntah dengan tampilan biliosa
harus dianggap mengalami obstruksi saluran cerna proksimal hingga terbukti
sebaliknya, dan harus segera dilakukan pemeriksaan menyeluruh.
Setelah dilahirkan, bayi
dengan atresia duodenal khas memiliki abdomen skafoid. Kadang dapat dijumpai
epigastrik yang penuh akibat dari dilatasi lambung dan duodenum proksimal.
Pengeluaran mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan biasanya tidak terganggu.
Dehidrasi, penurunan berat badan, ketidakseimbangan elektrolit segera terjadi
kecuali kehilangan cairan dan elektrolit yang terjadi segera diganti. Jika
hidrasi intravena belum dimulai, maka timbullah alkalosis metabolik
hipokalemi/hipokloremi dengan asiduria paradoksikal, sama seperti pada
obstruksi gastrointestinal tinggi lainnya. Tuba orogastrik pada bayi dengan
suspek obstruksi duodenal khas mengalirkan cairan berwarna empedu (biliosa)
dalam jumlah bermakna.
Radiografi polos yang
menunjukkan gambaran double-bubble tanpa gas pada distalnya adalah gambaran
khas atresia duodenal.
Adanya gas pada usus
distal mengindikasikan stenosis duodenum, web duodenum, atau anomali duktus
hepatopankreas. Kadang kala perlu dilakukan pengambilan radiograf dengan posisi
pasien tegak atau posisi dekubitus. Jika dijumpai kombinasi atresia esofageal
dan atresia duodenum, disarankan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi.
h.
Diagnosis Banding
-
Atresia esophagus
-
Malrotasi dengan volvulus midgut
-
Stenosis pylorus
-
Pankreas anular
-
Vena portal preduodenal
-
Atresia usus
-
Duplikasi duodenal
-
Obstruksi benda asing
-
Penyakit Hirschsprung
-
Refluks gastroesofageal
i.
Penatalaksanaan
-
Pemasangan tuba orogastrik untuk
mendekompresi lambung
-
Memberikan cairan elektrolit melalui
intravena (menngoreksi dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit)
-
Mengatasi sindrom down
-
Pembedahan untuk mengoreksi kebuntuan
duodenum perlu dilakukan namun tidak darurat. Pendekatan bedah tergantung pada
sifat abnormalitas. Prosedur operatif standar saat ini berupa
duodenoduodenostomi melalui insisi pada kuadran kanan atas, meskipun dengan
perkembangan yang ada telah dimungkinkan untuk melakukan koreksi atresia
duodenum dengan cara yang minimal invasive.
j.
Prognosis
Morbiditas dan mortalitas
telah membaik secara bermakna selama 50 tahun terakhir. Dengan adanya kemajuan
di bidang anestesi pediatrik, neonatologi, dan teknik pembedahan, angka
kesembuhannya telah meningkat hingga 90%.
k.
Komplikasi
Dapat ditemukan kelainan
kongenital lainnya. Mudah terjadi dehidrasi, terutama bila tidak terpasang line
intravena. Setelah pembedahan, dapat terjadi komplikasi lanjut seperti
pembengkakan duodenum (megaduodenum), gangguan motilitas usus, atau refluks
gastroesofageal.
2. ATRESIA ETSOPHAGUS
a.
Pengertian
-
Atresia berarti buntu. Suatu keadaan yang
tidak ada lubang atau muara (buntu) pada esophagus.
-
Atresia Esophagus adalah perkembangan
embrionik abnormal esophagus yang menghasilkan pembentukan suatu kantong (Blind
Pouch) atau lumen berkurang tidak memadai yang mencegah perjalanan makanan atau
sekresi dari piring ke perut.
-
Atresia Esophagus adalah gangguan
pembentukan dan pergerakan lipatan pasangan kranial dan satu lipatan kaudal
pada usus depan primitif.
Pada sebagian besar kasus
atresia etsophagus ujung esofagus buntu, sedangkan pada 1/4 - 1/3 kasus lainnya
esophagus bagian bawah berhubungan dengan trakea setinggi karina (disebut
sebagai atresia esophagus dengan fistula).
Kelainan lumen esophagus ini biasanya disertai dengan fistula trakeoesofagus. Atresia etsophagus sering disertai kelainan bawaan lain, seperti kelainan jantung, kelainan gastroin testinal (atresia duodeni atresiasani), kelainan tulang (hemivertebrata).
Kelainan lumen esophagus ini biasanya disertai dengan fistula trakeoesofagus. Atresia etsophagus sering disertai kelainan bawaan lain, seperti kelainan jantung, kelainan gastroin testinal (atresia duodeni atresiasani), kelainan tulang (hemivertebrata).
b.
Etiologi
1.
Secara umum :
Salah satu nya adalah
kegagalan pada fase embrio terutama pada bayi yang lahir prematur, dan ada
Beberapa etiologi yang dapat menimbulkan kelainan konginital Atresia Etsopgus
diantaranya:
-
Faktor obat
Salah satu obat yang dapat menimbulkan kelainan kongenital yaitu
thali domine .
-
Faktor radiasi
Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin dapat menimbulkan
kelainan kongenital pada janin yang dapat menimbulkan mutasi pada gen .
-
Faktor gizi
2.
Secara khusus :
Secara epidemologi anomali ini terjadi pada umur kehamilan 3-6
minggu akibat :
§ Deferensasi usus depan
yang tidak sempurna dan memisahkan dari masing –masing menjadi esopagus dan
trachea .
§ Perkembangan sel endoteal
yang lengkap sehingga menyebabkan terjadinya atresia.
§ Perlengkapan dinding
lateral usus depan yang tidak sempurna sehingga terjadi fistula trachea esophagus.
c.
Tanda dan gejala
-
Biasanya disertai hidramion (60%) dan hal
ini pula yang menyebabkan kenaikan frekuensi bayi lahir prematur, sebaiknya
dari amamnesis didapatkan keterangan bahwa kehamilan ibu disertai hidramion
hendaknya dilakukan kateterisasi esophagus.
-
jika kateter berhenti pada jarak 10 cm maka
diduga Atresia Etsopgus.
-
Segera setelah diberi minum, bayi akan
berbangkis, batuk dan sianosis karena aspirasi cairan kedalam jalan nafas.
-
Pada fistula tracheo esophagus cairan
lembung juga dapat masuk kkedalam paru, oleh karena itu bayi sering sianosis.
-
Foto torak nampak bayangan udara esophagus
proksimal yang buntu.
d.
Manifestasi klinik
-
Hipersekresi cairan dari mulut
-
Gangguan menelan makanan (tersedak, batuk)
-
Atresia esophagus harus dicurigai jika :
-
Terdapat riwayat polihidramnion ibu
-
Kateter yang dipergunakan pada saat
kelahiran untuk resusitasi tidak dapat dimasukkan ke dalam lambung.
-
Bayi tersebut mempunyai sekresi oral dan
faring yang berlebihan
-
Terjadi aspirasi, sianosis atau batuk dalam
pemberian makan bayi.
` Bayi dengan atresia tanpa
fistula mempunyai abdomen skafoid serta tanpa gas. Pada fistula tanpa atresia yang jarang ditemukan, gejala-gejala yang
sering terjadi adalah aspirasi pneumonia berulang dan diagnosisnya dapat
tertunda hingga beberapa hari atau bahkan berbulan-bulan.
Walaupun aspirasi sekresi
faring merupakan temuan yang hampir selalu didapatkan pada penderita-penderita
atresia esophagus, namun aspirasi isi lambung melalui suatu fistula di bagian
distal menyebabkan pneumonitis kimia yang jauh lebihhebat mengancam jiwa
penderita tersebut.
Atresia esophagus terjadi
pada 1 : 3000-4500 kelahiran hidup, kira-kira sepertiga dari bayi-bayi tersebut
lahir secara premature. Pada lebih dari 75% kasus-kasus yang ditemukan, suatu fistula di antara trakea dan esophagus bagian
distal menyertai atresia tersebut.
Anomali-anomali congenital
tambahan diantaranya dapat mengencam jiwa pendererita dan terjadi pada minimal
30% bayi denga atresia esophagus. Yang paling sering adalah anomaly kardiovaskuler
tetapi dapat pula dijumpai cacat lain pada saluran cerna, saluran kemih,
vertebrata, dan system saraf pusat.
e.
Klasifikasi
1.
Kalasia
Kalasia adalah kelainan
yang terjadi pada bagian bawah esophagus(pada persambungan dengan lambung) yang
tidak dapat menutup rapat sehingga bayi sering regurgitasi bila dibaringkan.
2.
Akalasia
Akalasia merupakan
kebalikan dari kalasia, pada akalasia bagian distal esophagus tidak dapat
membuka dengan baik sehingga terjadi keadaan seperti stenosis atau atresia.
Disebut pula sebagai spasme kardio- esofagus.
Penyebab akalasia adalah
adanya kartilago trakea yang tumbuh ektopik pada esofagus bagian bawah. Pada
pemeriksaan mikroskopis ditemukan jaringan tulang rawan dalam lapisan otot
esophagus.
Pertolongannya adalah tindakan
bedah sebelum dioperasi pemberian minum harus dengan sendok sedikit demi
sedikit dengan bayi dalam posisi duduk.
Tapi ada juga yang
mengklasifikasikan cacat pada atresia esophagus, antara lain :
1.Tipe A : Atresia esophagus
tanpa fistula (7,7% dari kasus-kasus)
Atresia Esophagus adalah suatu kondisi di mana kedua segmen esophagus, atas dan bawah berakhir dengan kantong kosong dengan tanpa segmen yang berhubungan dengan trachea.
Atresia Esophagus adalah suatu kondisi di mana kedua segmen esophagus, atas dan bawah berakhir dengan kantong kosong dengan tanpa segmen yang berhubungan dengan trachea.
2.Tipe B : Atresia esophagus dengan
fistula distal (86,5%)
Hal ini adalah jenis paling umum dari EA/TEF, di mana segmen bagian atas esophagus berakhir dengan kantong kosong dan segmen bagian bawah esophagus berhubungan terikat erat dengan trachea dengan adanya fistula.
Hal ini adalah jenis paling umum dari EA/TEF, di mana segmen bagian atas esophagus berakhir dengan kantong kosong dan segmen bagian bawah esophagus berhubungan terikat erat dengan trachea dengan adanya fistula.
3.Tipe C : Atresia esophagus
dengan fistula proximal (0,8%)
Jenis ini jarang dari EA/TEF, di mana segmen bagian atas esophagus membentuk suatu saluran sampai trachea dan segmen yang lebih rendah dari esophagus berakhir dengan kantong kosong.
Jenis ini jarang dari EA/TEF, di mana segmen bagian atas esophagus membentuk suatu saluran sampai trachea dan segmen yang lebih rendah dari esophagus berakhir dengan kantong kosong.
4. Tipe D : Atresia esophagus
dengan fistula distal dan fistula proximal (0,7%)
Hal ini paling jarang dari EA/TEF, di mana kedua segmen kerongkongan terikat erat dengan trachea.
Hal ini paling jarang dari EA/TEF, di mana kedua segmen kerongkongan terikat erat dengan trachea.
5. Tipe H : Fistula traheo
esophagus tanpa atresia (4,2%).
Tracheo esophagus fistula adalah satu kondisi di mana fistula berada di antara esophagus dan trachea tapi esophagus itu normal ke perut.
Tracheo esophagus fistula adalah satu kondisi di mana fistula berada di antara esophagus dan trachea tapi esophagus itu normal ke perut.
f.
Penegakan Diagnos
Diagnosa harus ditegakkan
secara dini, lebih baik lagi jika berhasil dibuat ketika berada di kamar
bersalin, karena aspirasi paru merupakan penentu prognosis utama. Sekali diduga
adanya atresia esophagus, maka kegagalan utnuk memasukkan suatu kateter ke
dlaam lambung memastikan diagnosis. Biasanya kateter tersebut akan terhenti
secara tiba-tiba pada jarak 10-11 cm dari garis batas atas gusi dan
rontgenogram yang dilakukan, memperlihatkan kateter yang menggulung terletak
didalam esophagus bagian atas.
Kadang kadang,
rontgenogram yang dilakukan memperlihatkan gambaran khas suatu esophagus yang
mengembang karena udara yang di dalamnya. Adanya udara di dalam abdomen
menunjukan adanya suatu fistula di antara trakea dan esogfagus bagian distal.
JIka dipergunakan bahan
kontras, maka bahan kontras tersebut haruslah bahan yang dapat larut air. Bila
diberikan kurang dari 1 ml dengan pengawasan fluoroskopis maka sudah cukup
untuk memperlihatkan gambaran dari kantung atas yang buntu. Kemudian bahan
tersebut harus disingkirkan kembali untuk mencegahnya masuk ke dalam paru-paru
dan mencegah pneumonia kimia.
Beberapa fistula tanpa atresia dinamakan tipe H.
-
Diagnosa pasti dengan thorax foto :
menunjukkan gambaran kateter terhenti pada tempat atresia.
-
Fluoros copy dan Bronchos copy dapat
memberi gambaran yang lebih jelas
-
Dalam foto abdomen perlu dibedakan apakah
lambung terisi udara atau kosong dapat digunakan untuk menunjang diagnosa
fistula tracheo esophagus
g.
Komplikasi
Lebih banyak pada TEF
(Tracheal Esohagus Fitsula).
1.
Pnemoni
Aspirasi dari sasila, repluk dari gester
2.
Bersamaan dengan lesi terdapat :
-
Konginetal heart disease
-
Ganguan intestinal anomalis
-
Depormitas skeletasi dam muskler
3.
Prematuritas
Kelainan pada esophagus dibagi dalam tiga tipe :
Kelainan pada esophagus dibagi dalam tiga tipe :
-
Groos tipe I
-
Groos tipe II
-
Groos tipe III
Groos tipe III ini
merupakan kelaianan pada esophagus yang sering ditemukan.biasnya dengan fistel
trachea esophagus dan ibu hamil dengan menderita hidramion (banyak / kelebihan
air ketuban).
h.
Penatalaksanaan oleh bidan
-
Pasang sonde lambung antara No 6-8 F yang
cukup kalen dan radio opak sampai di esophagus yang buntu. Lalu isap air liur
secara teratur setiap 10-15 menit.
-
Pada groos II bayi tidur terlentang dengan
kepala lebih tinggi.
-
Pada groos I bayi tidur terlentang dengan
kepala lebih rendah.
-
Bayi di puasakan dan di infus
-
Konsultasi dengan yang lebih kompeten
-
Rujuk ke rumah sakit
i.
Pengobatan pada atresia etsophagus setelah
dirujuk, yaitu antara lain:
a.
Keperawatan
Sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk mencegah terjadinya regurgitasi cairan lambung ke dalam paru, cairan lambung harus sering diisap untuk mencegah aspirasi.
Sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk mencegah terjadinya regurgitasi cairan lambung ke dalam paru, cairan lambung harus sering diisap untuk mencegah aspirasi.
b.
Medik
Pengobatan dilakukan dengan operasi. Pada penderita atresia anus ini dapat diberikan pengobatan sebagai beriikut :
Pengobatan dilakukan dengan operasi. Pada penderita atresia anus ini dapat diberikan pengobatan sebagai beriikut :
-
Fistula yaitu dengan melakukan kolostomia
sementara dan setelah 3 bulan dilakukan koreksi sekaligus
-
Eksisi membran anal
Komplikasi-komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan
pada atresia esofagus dan fistula atresia esophagus adalah sebagai berikut :
1. Dismotilitas esophagus. Dismotilitas
terjadi karena kelemahan otot dingin esophagus. Berbagai tingkat dismotilitas
bisa terjadi setelah operasi ini. Komplikasi ini terlihat saat bayi sudah mulai
makan dan minum.
2. Gastroesofagus refluk. Kira-kira 50 % bayi
yang menjalani operasi ini kana mengalami gastroesofagus
refluk pada saat kanak-kanak atau dewasa, dimana asam lambung naik atau refluk
ke esophagus. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan obat (medical) atau pembedahan.
3. Trakeo esogfagus fistula berulang.
Pembedahan ulang adalah terapi untuk keadaan seperti ini.
4. Disfagia atau kesulitan menelan. Disfagia
adalah tertahannya makanan pada tempat esophagus yang diperbaiki. Keadaan ini
dapat diatasi dengan menelan air untuk tertelannya makanan dan mencegah
terjadinya ulkus.
5. Kesulitan bernafas dan tersedak. Komplikasi
ini berhubungan dengan proses menelan makanan, tertaannya makanan dan saspirasi
makanan ke dalam trakea.
6. Batuk kronis. Batuk merupakan gejala yang
umum setelah operasi perbaikan atresia esophagus, hal ini disebabkan kelemahan
dari trakea.
7. Meningkatnya infeksi saluran pernafasan.
Pencegahan keadaan ini adalah dengan mencegah kontakk dengan
orang yang menderita flu, dan meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi
vitamin dan suplemen.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam upaya meningkatkan
derajat kesehatan bagi masyarakat maka kita sebagai seorang bidan harus
mempunyai wawasan yang luas tentang kesehatan yang mana harus disertai dengan
skill dari seorang bidan itu sendiri semoga dengan dibuatnya makalah ini dapat
membantu rekan-rekan sejawat dalam memberikan informasi tentang kesehatan
kepada klien khususnya masyarakat luar. Sehingga masyarakat mengerti akan
kesehatan keluarganya, serta bermanfaat bagi kita yang membuat makalah ini dan
pembaca semua tentang kelainan yang terjadi pada bayi Atresia Duodeni dan
Atresia Esophagus.
B.
Saran
Kami
menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik
maupun saran yang bersifat membangun untuk memperbaiki makalah ini sebagai
pelajaran berikutnya. Apabila terdapat kekurangan dalam makalah ini kami
memohon maaf
sebesar-besarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar